RSS

Orang miskin dilarang sekolah

cermin pendidikan Indonesia
galih susanto
Pendidikan, sebuah jenis sampahkah, makanankah atau mungkin sebuah mahluk, dan mungkin hanya mereka yang senantiasa bersentuhan intim dengan istilah tersebut yang dapat menjelaskan makna dari pendidikan itu tadi, namun bagi mereka yang sama sekali tak pernah bersentuhan bahkan tak pernah
mengenal pendidikan, tak akan pernah sanggup membayangkan ataupun menggambarkan apa itu pendidikan. Pendidikan sendiri merupakan bekal awal bagi setiap insan manusia dalam mengarungi samudra kehidupan, dibilang demikian karena di dalam dimensi Pendidikan tersebut seorang insan manusia diperkenalkan dengan segala aspek kehidupan, yang pada akhirnya dalam pendidikan  tersebut terlahirlah manusia yang sesuai hakekatnya, manusia yang dapat memanusiakan manusia yang lain, manusia yang memaknai proporsinya sebagai “mahluk sosial”.
Mengutip perkataan orang bijak “Pendidikan dapat melepaskan seorang manusia dari belenggu penindasan”, dari kalimat tersebut tergambarkan betapa pendidikan mempunyai tempat yang sangat penting di setiap aspek kehidupan seorang manusia, pendidikan seakan telah menjadi hak dasar yang harus dipenuhi oleh setiap insan manusia dimanapun ia berada, tanpa mengenal diskriminasi dalam proses mendapatkanya. Hal tersebut senada dengan yang diserukan oleh Konstitusi negara kita yakni UUD 1945, dimana sudah menjadi hak dasar yang melekat di setiap warga negara ini untuk dapat mengenyam pendidikan yang  layak.
Saat pendidikan ini telah menjadi suatu modal hidup bagi setiap insan manusia, pendidikan seakan-akan telah bertransformasi menjadi suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh setiap insan manusia, terlebih lagi jika kita mau untuk sedikit melihat kedalam kondisi kekinian dan kedisinian dalam konteks kehidupan sosial mayarakat, dimana tinggi rendahnya tingkat pendidikan( dalam hal ini pendidikan formal ) seseorang dapat mempengaruhi hajat hidupnya sebagai manusia. Jika dahulu dengan tingkat pendidikan yang rendah/dasar ( SD ) seorang manusia masih dapat bertahan dalam kehidupan sosial, namun di era yang moderen ini / era Globalisasi maka sudah menjadi kepastian bagi mereka yang hanya mempunyai background pendidikan rendah/dasar tidak akan mampu bertahan, dan pada akhirnya mereka terjerumus pada lembah penindasan. Berbicara penindasan selalu mesra dan erat kaitanya dengan “si kaya” dan “si miskin”, di mana si miskin mempunyai potensi yang besar untuk selalu “ditindas” dan si kaya mempunyai potensi yang besar juga untuk menjadi “penindas”, hubungan tindas dan menindas tersebut seakan satu jalur atau mempunyai suatu hubungan yang logis dengan tinggi rendanya tingkat pendidikan seorang insan manusia. Menguti juga kata-kata dari kerabat di ujung sana, bahwasanya “tingkat pendidikan yang rendah erat kaitanya dengan kemiskinan, dan tingkat pendidikan yang tinggi tak akan jauh dari kata seberapa besar modal (uang) yang anda punya ??”, dilematis namun itulah kenyataan, semangat yang tinggi untuk dapat mencapai pendidikan yang setinggi-tingginya terkadang terkendala hanya setitik batu sandungan yang sering kita sebut “MODAL”, naif namun itulah yang terjadi, dan apa mau dikata si miskin hanya bisa menangis dalam kesendirianya, menangisi kondisi yang tak seharusnya ia rasakan. Hingga pada suatu kondisi, si miskin dengan basic pendidikan yang rendah tak akan mampu naik kasta dan akan selalu ditindas hanya karena satu kata yang tak ia miliki yakni “Modal”, dan akhirnya timbul pertanyaan apakah memang orang miskin tak layak untuk mengenyam pendidikan formal ?. (penulis : Galih Susanto)

0 komentar:

Posting Komentar

© 2012 All Right Reserved - Manusia biasa | By: Galih Susanto | Supported By FDKM | Special Thanks to My Mom (alm.Ibu Kustatimah) Top